Rumah Impian

Dirimu esok ialah mimpimu hari ini

Coretan Afbem

Post Page Advertisement [Top]

05 Agustus 2019
23.42 WIB Kosan Paseban Timur Gg. 13 No. 222D

Hari itu semuanya sedang fokus mendengarkan dokter D menjelaskan materi tentang pemeriksaan laboratorium di bidang Forensik. Kuliah yang sangat menarik dan memberikan banyak ilmu pengetahuan. Salah satu ilmu yang aku bawa dari kuliah itu yang terus terngiang (banyak sih yang terngiang, cuman mau sebutin satu aja) "Tidak ada yang tidak mungkin, semua mungkin bisa terjadi. Tapi ada satu yang sudah pasti terjadi yaitu kematian"

Rasanya kalimat itu membenturkanku dari lamunanku berbulan-bulan ini, sudah lama tidak menulis dan sudah lama tidak mengingat kematian. Padahal ia begitu dekat, sedangkan diri ini masih sering bermaksiat pada Allah.

Belum lama, beasisawaku cair, Alhamdulillah. 2 (dua) hari yang lalu juga ketepatan gaji jadi instruktur keluar, rezeki nambah. Tidak banyak tapi cukup untuk aku hidup 6 bulan ke depan. Setiap memegang uang seperti ini, gatal rasanya untuk menyalurkan ke tempat yang tepat. Sudah menjadi tabiatku, memberikan sebagian untuk membantu kakak dan abang di kampung. Memberikan kepada keluargaku yang jauh lebih butuh. Namun, selalu dihantui ucapan Mamak, Kakak dan teman bahwa aku harus hemat, dan menabung untuk kedepan. "Duitte disimpen nak, untuk kebutuhanmu, ojo ngirim-ngirim neng kampung mene, mamak gak iso ngeki duit" (Nasihat ibu yang slalu diucapkan ketika sesaat sebelum mentup telfon). Memang aku perlu perencanaan keuangan kedepan seperti apa karena semester depan sudah tidak ada beasiswa. Aku dapat duit dari mana? ku tutup dalam-dalam keinginanku untuk membagikan duit ini dan simpan dulu untuk segala kebutuhan enam bulan ke depan.

"Nak, ini Randa, Reva, Raju, ora iso diomongin, sedino ganti baju eneng telu sampek patang kali" bendino cucian Mamak saemboh, urong mene nyetrika baju sekolah wong iku. Tolong diomongin wong iku nak, men ojo ngokehin ganti baju bendinone"

Sepotong kalimat yang aku kutip dari cerita Mamakku via telfon seminggu yang lalu. Walaupun kami tinggal di Sumatera tapi sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa Jawa, Ya, darah Jawa melekat dalam diriku, orang menyebutnya Pujakesuma (Putra/i Jawa Kelahiran Sumatra). Maksud perkataan Mamak tadi ialah kalau ketiga cucu lelakinya itu setiap hari gonta-ganti baju sebanyak tiga sampai empat kali. Mamak jadi harus mencuci banyak, belum lagi harus menyetrika baju sekolah mereka. Mamak mau, supaya aku menasihati bocil-bocil itu supaya tidak gonta-ganti baju terus. Mamak saat ini sudah berumur, beranjak 60 tahun. Aku tidak bisa membayangkan ia harus mengurusi cucu-cucunya yang cukup sulit diatur. Aku saja kualahan, apalagi mamak.

Hanya dua pertanyaan saat itu yang aku pikirkan. Apakah aku simpan duitku untuk kebutuhanku 6 bulan ke depan? atau lebih baik berikan sebagian untuk Mamak untuk membeli mesin cuci dengan resiko beberapa bulan lagi ku belum tahu akan ada rezeki atau tidak?

Dan hari itu, kuliah dokter D menjawab semua pertanyaanku. Aku tersentak, hatiku bergetar. Ya Allah. Ku ingat baik-baik lagi perkataan itu, "hanya satu yang pasti, yaitu kematian". Malam hari itu juga aku telfon Kakak sepupuku dan mentransferkan uang untuk segera membelikan mesin cuci.

Ya Allah. Engkau Maha pemberi rezeki. Kau berikan rezeki pada orang sesuai kadarnya tidak lebih dan tidak kurang menurut ketetapanmu. Lalu, apa yang aku ragukan? Bukankah ibuku sudah menua dan bukankah kematian itu bisa saja menjemputku sebelum aku bisa berbuat banyak pada keluargaku?

Rezeki bisa dicari, kesempatan untuk yang terkasih tidak datang berkali-kali. 





No comments:

Post a Comment

AFbm12 Production

Bottom Ad [Post Page]

| Designed by Colorlib